Pengertian HAM menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa. Hak itu merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Sifat HAM adalah universal, artinya berlaku untuk semua manusia tanpa
membeda-bedakan suku, ras, agama, dan bangsa (etnis). HAM harus
ditegakkan demi menjamin martabat manusia seutuhnya di seluruh dunia.
Hal itu tercermin dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Hak Asasi Manusia memiliki ciri-ciri khusus jika dibandingkan dengan hak-hak yang lain. Ciri khusus Hak Asasi Manusia sebagai berikut :
- Tidak dapat dicabut, artinya hak asasi manusia tidak dapat dihilangkan atau diserahkan.
- Tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, apakah hak sipil dan politik atau hak ekonomi, social, dan budaya.
- Hakiki, artinya hak asasi manusia adalah hak asasi semua umat manusia yang sudah ada sejak lahir.
- Universal, artinya hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang status, suku bangsa, gender, atau perbedaan lainnya. Persamaan adalah salah satu dari ide-ide hak asasi manusia yang mendasar.
Dibawah ini ada pengertian HAM menurut para ahli diantaranya, yaitu:
1. John Locke
Menurut John Locke, hak adalah hak yang diberikan langsung oleh Tuhan sebagai sesuatu yang alami. Artinya, hak asasi manusia yang dimiliki oleh manusia sifatnya tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya, sehingga besifat suci.
Menurut John Locke, hak adalah hak yang diberikan langsung oleh Tuhan sebagai sesuatu yang alami. Artinya, hak asasi manusia yang dimiliki oleh manusia sifatnya tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya, sehingga besifat suci.
2. David Beetham dan Kevin Boyle
Menurut David Beetham dan Kevin Boyle, hak asasi manusia dan kebebasan fundamental adalah hak individu yang berasal dari kebutuhan dan kemampuan manusia.
Menurut David Beetham dan Kevin Boyle, hak asasi manusia dan kebebasan fundamental adalah hak individu yang berasal dari kebutuhan dan kemampuan manusia.
3. C. de Rover
Hak asasi manusia adalah hak hukum setiap orang sebagai manusia. Hak-hak universal dan tersedia untuk semua orang, kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan. Hak-hak tersebut dapat dilanggar, tetapi tidak pernah dapat dihilangkan. Hak asasi manusia adalah hak-hak hukum, ini berarti bahwa hak-hak ini adalah sah.
Hak asasi manusia adalah hak hukum setiap orang sebagai manusia. Hak-hak universal dan tersedia untuk semua orang, kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan. Hak-hak tersebut dapat dilanggar, tetapi tidak pernah dapat dihilangkan. Hak asasi manusia adalah hak-hak hukum, ini berarti bahwa hak-hak ini adalah sah.
Hak asasi manusia yang dilindungi oleh
Konstitusi dan hukum nasional di banyak negara di dunia. Hak asasi
manusia adalah hak dasar atau hak-hak dasar yang dibawa manusia sejak
lahir sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang. Hak asasi manusia bersifat universal dan abadi.
4. Austin Ranney-
Hak asasi manusia adalah ruang kebebasan individu yang jelas dalam konstitusi dan dijamin oleh pemerintah pelaksanaanya.
Hak asasi manusia adalah ruang kebebasan individu yang jelas dalam konstitusi dan dijamin oleh pemerintah pelaksanaanya.
5. A.J.M. Milne
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki oleh semua manusia di setiap waktu dan di semua tempat karena keutamaan keberadaan manusia.
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki oleh semua manusia di setiap waktu dan di semua tempat karena keutamaan keberadaan manusia.
6. Franz Magnis- Suseno
Hak asasi manusia adalah hak-hak manusia tidak seperti yang diberikan kepadanya oleh masyarakat. Jadi bukan karena hukum positif, tetapi dengan martabat sebagai manusia. Manusia memilikinya karena ia adalah manusia.
Hak asasi manusia adalah hak-hak manusia tidak seperti yang diberikan kepadanya oleh masyarakat. Jadi bukan karena hukum positif, tetapi dengan martabat sebagai manusia. Manusia memilikinya karena ia adalah manusia.
7. Miriam Budiardjo
Miriam Budiardjo membatasi gagasan hak asasi manusia sebagai hak asasi manusia yang telah diperoleh dan dilakukan bersamaan dengan lahirnya atau kehadiran di masyarakat.
Miriam Budiardjo membatasi gagasan hak asasi manusia sebagai hak asasi manusia yang telah diperoleh dan dilakukan bersamaan dengan lahirnya atau kehadiran di masyarakat.
8. Oemar Seno Adji
Menurut Oemar Seno Adji adalah hak asasi manusia hak yang melekat pada martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa bahwa alam tidak boleh dilanggar oleh siapapun, dan yang tampaknya menjadi daerah kudus.
Menurut Oemar Seno Adji adalah hak asasi manusia hak yang melekat pada martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa bahwa alam tidak boleh dilanggar oleh siapapun, dan yang tampaknya menjadi daerah kudus.
Paradigma hukum liberal berpendapat bahwa sistem hukum meletakan titik
tekan aturan hukum mereka pada kebebasan individu-individu daripada
menekankan terciptanya sebuah kebenaran dan keadilan. Pendapat ini
mengindikasikan bahwa tidak ada kebenaran atau keadilan tunggal didalam
konteks hukum internasional. Hal ini dikarenakan hukum internasional ada
karena ada negara dan aktor-aktor non negara yang menjadi subjek hukum
internasional. Padahal didalam kenyataanya, negara-negara tersebut
mempunyai konsep-konsep tentang kebenaran dan keadilan masing-masing
berdasarkan eksistensi moralitas setempat.
Oleh karena itu, hukum sebagai kekuasaan harus menampatkan dirinya sebagai sebuah entitas yang netral antara prinsip-prinsip umum yang memberikan kebebasan kepada individu-individu untuk memilih dan memperbaiki pilihan-pilihan mereka sendiri sebagai senyata-nyatanya hak. Mark Weber berpendapat bahwa kekuasaan adalah sesuatu yang mungkin terjadi ketika seorang pelaku, yang didalam hal ini adalah ‘hukum’ didalam sebuah hubungan sosial, dapat melakukan semua yang dia inginkan. …. Artinya, sebuah produk perundang-undangan bisa menjadi kenyataan ketika ada dukungan dari individu-individu sebagai pelaku hukum. Ketika tidak ada dukungan didalam realitas sosial, maka sebuah produk perundang-undangan atau norma-norma sosial tidak bisa menjadi kenyataan. Hukum ada karena ada sebuah tindakan untuk melaksanakan hukum tersebut.
Hukum adalah sebuah instrumen sosial yang berfungsi untuk mengontrol masyarakat dan menjadi sebuah institusi sosial didalam semua situasi berdasarkan nilai-nilai sosial yang ada didalam masyarakat. Didalam konteks hukum internasional, sebuah peraturan ditetapkan berdasarkan persetujuan dari negara-negara. Semakin banyak negara yang menandatangi, menyetujui atau meratifikasi sebuah peraturan internasional, maka nilai, moralitas atau norma-norma yang diatur dialamnya juga semakin tinggi. Seperti misalnya, pada Desember 2008, Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik sudah diratifikasi oleh 163 negara termasuk diantaranya negara-negara Islam. Kemudian semua negara juga terikat secara otomatis oleh norma-norma jus cogens yang ada didalam Deklarasi Universal HAM PBB.
Menurut Niklas Luhman, sebuah masyarakat berarti adanya sebuah sistem yang konkrit meskipun sistem tersebut berada didalam sebuah kompleksitas yang tinggi, bersifat nyata karena adanya sebuah komunikasi yang terus menerus dan sistem tersebut bisa diamati secara empiris. Hukum internasional ada karena adanya lembaga-lembaga internasional dan subjek-subjek hukum internasional lainnya yang mendukung keberadaan hukum internasional secara konkrit. Lembaga-lembaga tersebut kemudian membuat peraturan hukum sebagai sebuah media komunikasi antar negara-negara anggotanya. Didalam konteks hukum internasional, aturan hukum tentang hak asasi manusia seperti yang telah diatur didalam instrumen-instrumen hak asasi manusia internasional menjadi media yang digunakan untuk mengatur perilaku negara-negara berkenaan dengan kewajiban mereka untuk menghormati, memastikan dan menjalankan hak asasi manusia didalam jurisdiksi hukumnya.
Diantara instrumen-instrumen hak asasi manusia tersebut, ada yang bersifat mengikat secara otomatis. Hal ini dikarenakan aturan hukum tersebut telah disetujui oleh semua lembaga-lembaga internasional dan negara-negara sebagai hak yang absolute. Ketika terjadi pelanggaran terhadap hak tersebut, komunitas internasional berdasarkan resolusi Majelis Umum PBB sebagai lembaga internasional tertinggi yang menangani hak asasi manusia bisa melakukan intervensi langsung tanpa persetujuan dari negara yang melanggar. Meskipun pada dasarnya negara tersebut tidak meratifikasi atau menandatangi sebuah peraturan internasional yang mengatur tentang jus cogens tersebut.
Indonesia boleh menggunakan konsep dualisme teori hukum yang mengatur bahwa hukum nasional Indonesia dan hukum internasional adalah dua sumber hukum yang terpisah. Didalam beberapa kasus pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia, pemerintah berdasarkan ketentuan hukum internasional berhak menolak semua jenis intervensi asing. Hal ini dikarenakan beberapa instrumen internasional tentang hak asasi manusia seperti Deklarasi HAM dan Delarasi 1981 tidak mengikat Indonesia secara hukum. Akan tetapi, aturan hukum di tingkat domestik sudah seharusnya disesuaikan dengan aturan hukum yang ada di Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik sebagai konsekuensi hukum telah diratifikasinya Kovenan tersebut oleh pemerintah. Ini dikarenakan peratifikasian sebuah Konvensi atau Kovenan seperti Hak Sipil dan Politik bersifat mengikat.
Ketika pemerintah meratifikasi atau menjadi negara anggota lembaga-lembaga internasional, maka Indonesia telah masuk kedalam sebuah sistem yang diatur oleh hukum internasional. Didalam konteks hak sipil dan politik, Indonesia telah menjadi bagian dari masyarakat internasional yang diatur oleh Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik. Oleh karena itu, norma-norma yang ada didalam Kovenan dan instrumen-instrumen hak asasi manusia yang berhubungan dengan Kovenan tersebut adalah ‘power.’ Hal ini dikarenakan norma-norma tersebut adalah komponen-komponen hukum internasional yang fungsi utamanya adalah untuk mengatur masyarakat internasional. Jika ada permasalahan yang berkaitan dengan norma-norma didalam hak asasi manusia, sebuah negara yang telah menjadi bagian dari sistem internasional tersebut dianjurkan menerapkan ketentuan-ketentuan dari hukum internasional untuk menyelesaikannya.
Sangat penting untuk diperhatikan bahwa hukum didalam konteks hak asasi manusia harus memainkan perannya yang netral, menjunjung tinggi asas non diskriminasi, dan berisi keadilan untuk sesama ketika menyelesaikan sebuah permasalahan. Ketiga prinsip hukum diatas sangat diperlukan bagi kelompok-kelompok yang secara politik terpinggirkan karena status dan latar belakang mereka sebagai kelompok yang minoritas dan ‘berbeda secara budaya, ras, bahasa, agama dan tampilan-tampilan fisik maupun psikologis lainnya.’ Alasannya adalah bahwa kelompok-kelompok mayoritas yang mempunyai status sosial lebih tinggi seringkali mempunyai akses yang lebih baik dimuka hukum dan cara-cara penuntutan di pengadilan.
Sudah menjadi fenomena di dunia internasional bahwa mengakui dan melindungi hak-hak yang diatur didalam sebuah kovenan yang diratifikasinya merupakan sebuah tindakan yang tidak mengenakan bagi pemerintah suatu negara. Sayangnya, didalam sistem internasional dimana pemerintah suatu negara adalah sebagai sebuah entitas yang nasional daripada global, permasalahan hak asasi manusia secara definisi juga menjadi permasalahan nasional. Oleh karena itu, internalisasi sebuah norma-norma didalam instrumen internasional sangat penting sehingga tekanan dari luar tidak diperlukan lagi untuk memastikan kepatuhan hukum suatu negara.
Indonesia yang telah menjadi negara anggota Kovenan Hak Sipil dan Politik harus menerapkan semua aturan hukum yang ada didalam Kovenan. Pertama, pemerintah harus menetapkan sebuah peraturan hukum baru yang sesuai dengan aturan hukum di Kovenan. Kedua, harus mengamandemen peraturan hukum yang bertentangan dengan Kovenan. Ketiga, pemerintah Indonesia harus melaporkan semua jenis langkah-langkah pengamanan yang telah diambil untuk tercapainya hak-hak yang diatur didalam Kovenan. Ketiga syarat kepatuhan hukum diatas harus dijalankan semuanya karena menghilangkan satu saja berarti sama halnya dengan melanggar ketentuan yang diatur didalam Kovenan.
Oleh karena itu, hukum sebagai kekuasaan harus menampatkan dirinya sebagai sebuah entitas yang netral antara prinsip-prinsip umum yang memberikan kebebasan kepada individu-individu untuk memilih dan memperbaiki pilihan-pilihan mereka sendiri sebagai senyata-nyatanya hak. Mark Weber berpendapat bahwa kekuasaan adalah sesuatu yang mungkin terjadi ketika seorang pelaku, yang didalam hal ini adalah ‘hukum’ didalam sebuah hubungan sosial, dapat melakukan semua yang dia inginkan. …. Artinya, sebuah produk perundang-undangan bisa menjadi kenyataan ketika ada dukungan dari individu-individu sebagai pelaku hukum. Ketika tidak ada dukungan didalam realitas sosial, maka sebuah produk perundang-undangan atau norma-norma sosial tidak bisa menjadi kenyataan. Hukum ada karena ada sebuah tindakan untuk melaksanakan hukum tersebut.
Hukum adalah sebuah instrumen sosial yang berfungsi untuk mengontrol masyarakat dan menjadi sebuah institusi sosial didalam semua situasi berdasarkan nilai-nilai sosial yang ada didalam masyarakat. Didalam konteks hukum internasional, sebuah peraturan ditetapkan berdasarkan persetujuan dari negara-negara. Semakin banyak negara yang menandatangi, menyetujui atau meratifikasi sebuah peraturan internasional, maka nilai, moralitas atau norma-norma yang diatur dialamnya juga semakin tinggi. Seperti misalnya, pada Desember 2008, Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik sudah diratifikasi oleh 163 negara termasuk diantaranya negara-negara Islam. Kemudian semua negara juga terikat secara otomatis oleh norma-norma jus cogens yang ada didalam Deklarasi Universal HAM PBB.
Menurut Niklas Luhman, sebuah masyarakat berarti adanya sebuah sistem yang konkrit meskipun sistem tersebut berada didalam sebuah kompleksitas yang tinggi, bersifat nyata karena adanya sebuah komunikasi yang terus menerus dan sistem tersebut bisa diamati secara empiris. Hukum internasional ada karena adanya lembaga-lembaga internasional dan subjek-subjek hukum internasional lainnya yang mendukung keberadaan hukum internasional secara konkrit. Lembaga-lembaga tersebut kemudian membuat peraturan hukum sebagai sebuah media komunikasi antar negara-negara anggotanya. Didalam konteks hukum internasional, aturan hukum tentang hak asasi manusia seperti yang telah diatur didalam instrumen-instrumen hak asasi manusia internasional menjadi media yang digunakan untuk mengatur perilaku negara-negara berkenaan dengan kewajiban mereka untuk menghormati, memastikan dan menjalankan hak asasi manusia didalam jurisdiksi hukumnya.
Diantara instrumen-instrumen hak asasi manusia tersebut, ada yang bersifat mengikat secara otomatis. Hal ini dikarenakan aturan hukum tersebut telah disetujui oleh semua lembaga-lembaga internasional dan negara-negara sebagai hak yang absolute. Ketika terjadi pelanggaran terhadap hak tersebut, komunitas internasional berdasarkan resolusi Majelis Umum PBB sebagai lembaga internasional tertinggi yang menangani hak asasi manusia bisa melakukan intervensi langsung tanpa persetujuan dari negara yang melanggar. Meskipun pada dasarnya negara tersebut tidak meratifikasi atau menandatangi sebuah peraturan internasional yang mengatur tentang jus cogens tersebut.
Indonesia boleh menggunakan konsep dualisme teori hukum yang mengatur bahwa hukum nasional Indonesia dan hukum internasional adalah dua sumber hukum yang terpisah. Didalam beberapa kasus pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia, pemerintah berdasarkan ketentuan hukum internasional berhak menolak semua jenis intervensi asing. Hal ini dikarenakan beberapa instrumen internasional tentang hak asasi manusia seperti Deklarasi HAM dan Delarasi 1981 tidak mengikat Indonesia secara hukum. Akan tetapi, aturan hukum di tingkat domestik sudah seharusnya disesuaikan dengan aturan hukum yang ada di Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik sebagai konsekuensi hukum telah diratifikasinya Kovenan tersebut oleh pemerintah. Ini dikarenakan peratifikasian sebuah Konvensi atau Kovenan seperti Hak Sipil dan Politik bersifat mengikat.
Ketika pemerintah meratifikasi atau menjadi negara anggota lembaga-lembaga internasional, maka Indonesia telah masuk kedalam sebuah sistem yang diatur oleh hukum internasional. Didalam konteks hak sipil dan politik, Indonesia telah menjadi bagian dari masyarakat internasional yang diatur oleh Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik. Oleh karena itu, norma-norma yang ada didalam Kovenan dan instrumen-instrumen hak asasi manusia yang berhubungan dengan Kovenan tersebut adalah ‘power.’ Hal ini dikarenakan norma-norma tersebut adalah komponen-komponen hukum internasional yang fungsi utamanya adalah untuk mengatur masyarakat internasional. Jika ada permasalahan yang berkaitan dengan norma-norma didalam hak asasi manusia, sebuah negara yang telah menjadi bagian dari sistem internasional tersebut dianjurkan menerapkan ketentuan-ketentuan dari hukum internasional untuk menyelesaikannya.
Sangat penting untuk diperhatikan bahwa hukum didalam konteks hak asasi manusia harus memainkan perannya yang netral, menjunjung tinggi asas non diskriminasi, dan berisi keadilan untuk sesama ketika menyelesaikan sebuah permasalahan. Ketiga prinsip hukum diatas sangat diperlukan bagi kelompok-kelompok yang secara politik terpinggirkan karena status dan latar belakang mereka sebagai kelompok yang minoritas dan ‘berbeda secara budaya, ras, bahasa, agama dan tampilan-tampilan fisik maupun psikologis lainnya.’ Alasannya adalah bahwa kelompok-kelompok mayoritas yang mempunyai status sosial lebih tinggi seringkali mempunyai akses yang lebih baik dimuka hukum dan cara-cara penuntutan di pengadilan.
Sudah menjadi fenomena di dunia internasional bahwa mengakui dan melindungi hak-hak yang diatur didalam sebuah kovenan yang diratifikasinya merupakan sebuah tindakan yang tidak mengenakan bagi pemerintah suatu negara. Sayangnya, didalam sistem internasional dimana pemerintah suatu negara adalah sebagai sebuah entitas yang nasional daripada global, permasalahan hak asasi manusia secara definisi juga menjadi permasalahan nasional. Oleh karena itu, internalisasi sebuah norma-norma didalam instrumen internasional sangat penting sehingga tekanan dari luar tidak diperlukan lagi untuk memastikan kepatuhan hukum suatu negara.
Indonesia yang telah menjadi negara anggota Kovenan Hak Sipil dan Politik harus menerapkan semua aturan hukum yang ada didalam Kovenan. Pertama, pemerintah harus menetapkan sebuah peraturan hukum baru yang sesuai dengan aturan hukum di Kovenan. Kedua, harus mengamandemen peraturan hukum yang bertentangan dengan Kovenan. Ketiga, pemerintah Indonesia harus melaporkan semua jenis langkah-langkah pengamanan yang telah diambil untuk tercapainya hak-hak yang diatur didalam Kovenan. Ketiga syarat kepatuhan hukum diatas harus dijalankan semuanya karena menghilangkan satu saja berarti sama halnya dengan melanggar ketentuan yang diatur didalam Kovenan.
Perbedaan antara Hak Asasi Manusia dengan Hak Dasar, yaitu:
- HAM
Kelebihan:
· Mutlak
· Kodrati (milik hidup kemerdekaan/kebebasan)
· Perlindungan diri
· Penegakan demokrasi
Intinya hak asasi manusia melindungi hak-hak kodrati.
HAM secara positif dapat menimbulan demokrasi.
Kekurangan:
· Tak terbatas
· Kurang ada pedoman
· Melanggar hak rang lain
· Lebih mengutamakan hak dariada kewjiban
· Penyalahgunaan hak
· Jika tidak konsisten, dapat merugika bangsa sendiri
· Menganggap hak sama dengan kebebasan.
- HAK DASAR
Kelebihan:
· Jelas ketentuannya
· Memberi pedoman
· Sudah diketahui secara jelas tentang hak-hak setiap orang
· Ada keputusan hukum
· Hak milik
· Menghargai hak orang lain.
Kekurangan:
· Terbatasnya hak
· Timbulnya ketimpangan
· Kadang-kadang kurang efektif
Perbedaan antara HAM dengan Hak Dasar :
HAM berlaku secra universal sedangkan hak dasar tergantug pada Negara berlakunya. setiap Negara berbeda-beda
Sumber:
http://pkn-ips.blogspot.com/2014/08/pengertian-dan-ciri-ciri-hak-asasi.html
http://sangkoeno.blogspot.com/2012/10/ciri-khusus-hak-asasi-manusia.html
http://www.dosenpendidikan.com/100-pengertian-hak-asasi-manusia-menurut-para-ahli/
http://feelinbali.blogspot.com/2012/11/perbedaan-ham-dan-hukum-dasar.html
http://wacana.siap.web.id/2014/09/contoh-kasus-pelanggaran-ham-terberat-di-indonesia.html#.VRFg7mcZKQI
http://mas-hanief.blogspot.com/2010/10/hukum-internasional-tentang-hak-asasi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar