Pengertian Pernikahan
Menurut Ahmad
Ashar Bashir, Pernikahan adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk
mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan
hubungan kelamin antara kedua belah pihak, dengan dasar sukarela dan keridhaan
kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang
diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara-cara yang diridhai oleh
Allah.
Menurut Mahmud
Yunus, Pengertian Pernikahan ialah akad antara calon laki istri untuk memenuhi
hajat jenisnya menurut yang diatur oleh syariat. Dalam hal ini, aqad adalah
ijab dari pihak wali perempuan atau wakilnya dan kabul dari calon suami atau
wakilnya.
Menurut
Sulaiman Rasyid, Pengertian Pernikahan merupakan akad yang menghalalkan
pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban seta bertolong-tolongan antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan yang antara keduanya bukan muhrim.
Menurut Abdullah
Sidiq, Penikahan adalah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang
perempuan yang hidup bersama (bersetubuh) dan yang tujuannya membentuk keluarga
dan melanjutkan keturunan, serta mencegah perzinaan dan menjaga ketentraman
jiwa atau batin.
Menurut
Soemiyati, Pengertian Pernikahan ialah perjanjian perikatan antara seseorang
laki-laki dan seorang wanita. Perjanjian dalam hal ini bukan sembarang
perjanjian tapi perjanjian suci untuk membentuk keluarga antara seorang
laki-laki dan seorang wanita. Suci di sini dilihat dari segi keagamaan dari
suatu pernikahan.
Pengertian
Pernikahan dalam UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,Pernikahan adalah
sebuah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang
bahagia dan kekal yang didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam Kompilasi
Hukum Islam No. 1 Tahun 1991 mengartikan perkawinan adalah pernikahan,
yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqa ghaliidhan untuk menaati perintah
Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Dari pengertian
pernikahan yang diungkapkan para pakar diatas tidak terdapat pertentangan satu
sama lain, karena intinya secara sederhana dapat ditarik kesimpulan bahwa
Pengertian Pernikahan adalah perjanjian antara calon suami dan calon isteri
untuk membolehkan bergaul sebagai suami isteri guna membentuk suatu keluarga.
Landasan Hukum dan Teori-teori yang Mengaturnya
Dalam UU Nomor
62 Tahun 1958, anak yang lahir dari “perkawinan beda negara” hanya bisa
memiliki satu kewarganegaraan dan ditentukan hanya mengikuti kewarganegaraan
ayahnya. Ketentuan dalam UU Nomor 62 Tahun 1958, dianggap tidak memberikan
perlindungan hukum yang cukup bagi anak yang lahir dari perkawinan berbeda
negara dan diskriminasi hukum terhadap WNI Perempuan. Dalam ketentuan UU
kewarganegaraan ini, anak yang lahir dari perkawinan berbeda negara bisa
menjadi warganegara Indonesia dan bisa menjadi warganegara asing.
Upaya
memberikan perlindungan kepada warga Negara Indonesia yang melakukan pernikahan
dengan warga asing serta menghilangkan diskriminasi bagi WNI perempuan,
lahirlah Undang-undang Kewarganegaraan yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 12
tahun 2006. Undang – undang ini memperbolehkan adanya kewarganegaraan ganda
bagi anak-anak hasil pernikahan berbeda negara. Hal ini merupakan ketentuan
baru dalam mengatasi persoalan-persoalan kewarganegaran dari pernikahan berbeda
negara.
Dengan lahirnya
UU Kewarganegaraan yang baru, anak yang lahir dari perkawinan seorang Perempuan
WNI dengan Pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang Pria WNI
dengan Perempuan WNA, diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
Kewarganegaraan
merupakan salah satu unsur hakiki yang pada umumnya sangatlah penting dan
merupakan unsur pokok bagi suatu negara yang menimbulkan hubungan timbal balik
serta mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap warga negara,
terlebih algi dengan anak yang dilahirkan di Indonesia dari suatu perkawinan
campuran antara warga negara Indonesia dengan warga negara asing. Penentuan
sistem kewarganegaraan yang dianut di dunia pada umum yaitu kewarganegaraan
tunggal berdasarkan suatu asas keturunan (ius sanguinis) atau tempat kelahiran
(ius soli). Akan tetapi adakalanya bagi seseorang anak untuk dapat memiliki
kewarganegaraan ganda (bipatride), hal tersebut disebabkan karena untuk
mencegah adanya orang yang tanpa kewarganegaraan (apatride).
Penentuan Kewarganegaraan yang
dianut di Indonesia menurut Undang-undang No.12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan yaitu :
Kewarganegaraan
ganda terbatas yang pada pasal 6 dan 21 menjelaskan bahwa anak yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal
di wilayah negara Republik Indonesia, dari ayah atau ibu yang memperoleh
Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan sendirinya berkewarganegaraan
Republik Indonesia, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin
maka anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
Kewarganegaraan ganda terbatas yang diberikan kepada anak hasil dari suatu
perkawinan campuran dikarenakan apabila terdapat suatu perceraian atau putusnya
perkawinan karena kematian maka anak tersebut masih memiliki status
kewarganegaraan, sehingga orang tuanya tidak perlu lagi memelihara anak asing.
Jadi, Undang – undang baru ini lebih memberikan perlindungan, dan status
kewarganegaraan anak yang dilahirkan dari “ perkawinan campur” juga jadi lebih
jelas.
Prinsip yang
termaktub dalam UU Kewarganegaraan tersebut sangat jelas yaitu:
1. Prinsip
persamaan di dalam hukum dan pemerintahan;
2. Prinsip
perlindungan terbaik bagi kepentingan anak;
3. Prinsip
kewarganegaraan ganda terbatas;
4. Prinsip
perlindungan maksimum;
5. Prinsip
non diskriminatif.
Dalam Pasal 4
dan Pasal 5 dari UU Kewarganegaraan, agar anak memperoleh Kewarganegaraan
Indonesia adalah bila salah satu dari kedua orang tuanya adalah WNI, dan dengan
prinsip perlindungan terbaik bagi kepentingan terbaik anak maka dalam
Bab VII
Ketentuan Peralihan Pasal 41 dari UU Kewarganegaraan anak-anak yang telah
dilahirkan sebelum UU Kewarganegaraan disahkan dapat memperoleh kewarganegaraan
Indonesia melalui pendaftaran.
UU Kewarganegaraan No. 12 Tahun
2006 BAB VII Ketentuan Peralihan Pasal 41:
Anak yang lahir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I dan anak
yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum
Undang-Undang ini diundangkan dan belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau
belum kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan
Undang-Undang ini dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau
Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 (empat) tahun setelah
Undang-Undang ini diundangkan.
Ketentuan dari
Bab VII Ketentuan Peralihan Pasal 41 dari UU Kewarganegaraan diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Menteri No. M.01-HL.03.01 Tahun 2006 (Permen).
Persyaratan terhadap permohonan tersebut diatur dalam Pasal 4 Permen.
Permen No. M.01-HL.03.01 Tahun
2006 Pasal 4 Ayat 2:
Permohonan pendaftaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
1. Fotokopi
kutipan akte kelahiran anak yang disahkan oleh pejabat yang berwenang atau
Perwakilan Republik Indonesia;
2. Surat
pernyataan dari orang tua atau wali bahwa anak belum kawin;
3. Fotokopi
kartu tanda penduduk atau paspor orang tua yang masih berlaku yang disahkan
oleh pejabat yang berwenang atau Perwakilan Republik Indonesia; dan
4. Pas
foto anak terbaru berwarna ukuran 4x6 sebanyak 6 (enam) lembar.
Seharusnya persyaratan dalam
Pasal 4 dari Permen ditujukan bagi orang tua yang berwarganegara Indonesia
saja, hal ini sesuai dengan UU Kewarganegaraan Indonesia berdasarkan Pasal 4
dan Pasal 5 yakni seorang memperoleh kewarganegaraan Indonesia karena salah
satu orang tuanya adalah WNI.
Menurut teori
hukum perdata internasional, untuk menentukan status anak dan hubungan antara
anak dan orang tua, perlu dilihat dahulu perkawinan orang tuanya sebagai
persoalan pendahuluan, apakah perkawinan orang tuanya sah sehingga anak
memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, atau perkawinan tersebut tidak sah,
sehingga anak dianggap sebagai anak luar nikah yang hanya memiliki hubungan
hukum dengan ibunya.
Persoalan yang
rentan dan sering timbul dalam perkawinan berbeda negara adalah masalah kewarganegaraan
anak. UU kewarganegaraan yang lama menganut prinsip kewarganegaraan tunggal,
sehingga anak yang lahir dari perkawinan berbeda negara hanya bisa memiliki
satu kewarganegaraan, yang dalam UU tersebut ditentukan bahwa yang harus
diikuti adalah kewarganegaraan ayahnya.
Dengan
lahirnya UU Kewarganegaraan yang baru, sangat menarik untuk dikaji bagaimana
pengaruh lahirnya UU ini terhadap status hukum anak dari perkawinan berbeda
negara. Definisi anak dalam pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak adalah : “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.
Bila dikaji
dari segi hukum perdata internasional, kewarganegaraan ganda juga memiliki
potensi masalah, misalnya dalam hal penentuan status personal yang didasarkan
pada asas nasionalitas, maka seorang anak berarti akan tunduk pada ketentuan
negara nasionalnya. Bila ketentuan antara hukum negara yang satu dengan yang
lain tidak bertentangan maka tidak ada masalah, namun bagaimana bila ada
pertentangan antara hukum negara yang satu dengan yang lain, lalu pengaturan
status personal anak itu akan mengikuti kaidah negara yang mana. Lalu bagaimana
bila ketentuan yang satu melanggar asas ketertiban umum pada ketentuan negara
yang lain.
Dalam
menentukan kewarganegaraan seseorang, dikenal dengan adanya asas
kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewaraganegaraan berdasarkan
perkawinan. Dalam penentuan kewarganegaraan didasarkan kepada sisi kelahiran
dikenal dua asas yaitu asas ius soli dan ius sanguinis. Ius artinya hukum atau
dalil. Soli berasal dari kata solum yang artinya negari atau tanah. Sanguinis
berasal dari kata sanguis yang artinya darah.
Kesimpulan
Pengertin
pernikahan menurut salah satu ahli ialah perjanjian perikatan antara
seseorang laki-laki dan seorang wanita. Perjanjian dalam hal ini bukan
sembarang perjanjian tapi perjanjian suci untuk membentuk keluarga antara
seorang laki-laki dan seorang wanita. Suci di sini dilihat dari segi keagamaan
dari suatu pernikahan, tidak terdapat pertentangan satu sama lain, karena
intinya secara sederhana dapat ditarik kesimpulan bahwa Pengertian Pernikahan
adalah perjanjian antara calon suami dan calon isteri untuk membolehkan bergaul
sebagai suami isteri guna membentuk suatu keluarga.
Penentuan
Kewarganegaraan yang dianut di Indonesia menurut Undang-undang No.12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan adalah Kewarganegaraan ganda terbatas yang pada pasal 6
dan 21 menjelaskan bahwa anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau
belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia,
dari ayah atau ibu yang memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan
sendirinya berkewarganegaraan Republik Indonesia, setelah berusia 18 (delapan
belas) tahun atau sudah kawin maka anak tersebut harus menyatakan memilih salah
satu kewarganegaraannya. Kewarganegaraan ganda terbatas yang diberikan kepada
anak hasil dari suatu perkawinan campuran dikarenakan apabila terdapat suatu
perceraian atau putusnya perkawinan karena kematian maka anak tersebut masih
memiliki status kewarganegaraan, sehingga orang tuanya tidak perlu lagi
memelihara anak asing. Jadi, Undang – undang baru ini lebih memberikan
perlindungan, dan status kewarganegaraan anak yang dilahirkan dari “ perkawinan
campur” juga jadi lebih jelas.
Dalam
menentukan kewarganegaraan seseorang, dikenal dengan adanya asas
kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewaraganegaraan berdasarkan
perkawinan. Dalam penentuan kewarganegaraan didasarkan kepada sisi kelahiran
dikenal dua asas yaitu asas ius soli dan ius sanguinis. Ius artinya hukum atau
dalil. Soli berasal dari kata solum yang artinya negari atau tanah. Sanguinis
berasal dari kata sanguis yang artinya darah.
Kesimpulan dari
contoh peristiwa, jika menikah dengan orang luar negeri terlebih lagi dengan
orang yang berasal dari negara Jepang, kita bisa mengubah status
kewarganegaraan kita demi mempermudah dalam mendapatkan perlindungan hak
asasi dan kebebasan. Ketika kita memiliki seorang anak dari hasil pernikahan
tersebut maka dia secara resmi berkewarnegaraan Jepang, tetapi disaat kita
mengalami perceraian maka kewarnegaraan dari anak tersebut bisa berkewarnegaraan
Jepang bila dia lebih memilih bersama ibunya dan juga bisa berpindah
kewarnegaraan bila dia memilih bapaknya apabila si bapak dari anak ini mengubah
kewarnegaraannya kembali.
Referensi